ayo berfikir

ayo berfikir
di ruangan

Minggu, 04 Juli 2010

Tafsir

Islam adalah agama samawi terakhir yang dirisalahkan melalui Rasulullah SAW. Karena Islam sebagai agama terakhir dan juga sebagai penyempurna ajaran-ajaran terdahulu, maka sangat bisa dipahami, jika Islam merupakan ajaran yang paling komprohensif, Islam sangat rinci mengatur kehidupan umatnya, melalui kitab suci al-Qur’an. Allah SWT memberikan petunjuk kepada umat manusia bagaimana menjadi insan kamil atau pemeluk agama Islam yang kafah atau sempurna.
Secara garis besar ajaran Islam bisa dikelompokkan dalam dua kategori yaitu Hablum Minallah (hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhan) dan Hablum Minannas (hubungan manusia dengan manusia). Allah menghendaki kedua hubungan tersebut seimbang walaupun hablumminannas lebih banyak di tekankan. Namun itu semua bukan berarti lebih mementingkan urusan kemasyarakatan, namun hal itu tidak lain karena hablumminannas lebih komplek dan lebih komprehensif. Oleh karena itu suatu anggapan yang salah jika Islam dianggap sebagai agama transedental.
A. Surat al-Ra’du ayat 11
لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُوْ نَهُ مِنْ اَمْرِاللهِ إِنَّ اللهََ لاَيُغَيِّرُ مَابِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوْامَا بِأَنْفُسِهِمْ وَاِذَا أَرَادَاللهُ بِقَوْمٍ سُوْءًا فَلاَ مَرَدَّالَهُ وَمَالَهُمْ مِنْ دُوْنِهِ مِنْ وَّالٍ
Artinya : Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, dimuka dan dibelakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah, sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya, dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Allah.
Ayat ini menerangkan tentang kedhaliman manusia. Dalam ayat ini juga dijelaskan bahwa kebangkitan dan keruntuhan suatu bangsa tergantung pada sikap dan tingkah laku mereka sendiri. Kedzaliman dalam ayat ini sebagai tanda rusaknya kemakmuran suatu bangsa.
لَهُ مُعَقِبَاتِ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْقِهِ يَحْفَظُوْ نَهُ مِنْ اَمْرِاللهِ
Pada tiap manusia baik yang bersembunyi ataupun yang nampak ada malaikat yang terus menerus bergantian memelihara dari kemudharatan dan memperhatikan gerak gerik setiap manusia, sebagaimana berganti-ganti pula malaikat yang lain yang mencatat segala amalannya, baik maupun buruk. Ada malaikat malam dan ada malaikat siang, satu berada disebelah kiri yang mencatat segala amal kejahatan dan satu disebelah kanan yang mencatat segala amal kebajikan, dan dua malaikat bertugas memelihara dan mengawasi manusia. Adapun malaikat yang dimaksud dalam ayat ini adalah malaikat Hafadzah.[1]
Adapun keempat malaikat itu tidak akan terlepas dari kita, melainkan kita sedang dalam keadaan mempunyai hadats besar. Sebagaimana dalam sabda Rasul :
اِنَّ مَعَكُمْ مَنْ لاَيُقَارِقُكُمْ عِنْدَالْخَلاَءِ وَعِنْدَالْجِمَاعِ فَاسْتَحْيُوْهُمْ وَاَكْرَمَهُمْ.
“Sesungguhnya ada malaikat-malaikat yang mengikuti kamu dan tidak terpisah dari kamu melainkan disaat-saat kamu membuang hajat besar atau bersetubuh, maka di segani dan hormatilah mereka.”[2]
إِنَّ اللهََ لاَيُغَيِّرُ مَابِقَوْمٍ حَتَّى لاَيُغَيِّرُمَا بِأَنْفُسِهِمْ
Allah tidak akan mengubah apa yang ada pada suatu kaum berupa nikmat dan kesehatan, lalu mencabutnya dari mereka sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri. Allah juga menyuruh kita (umat-Nya) untuk mengubah suatu kedzaliman karena jika kita tidak merubahnya, maka Allah akan memperluas siksaannya, sedangkan Allah menciptakan manusia di bumi ini untuk menjadi penguasa (khalifah) yang bertugas memakmurkan dan memanfaatkan segala isinya dengan baik bukan untuk merusaknya.[3]
وَاِذَا أَرَادَاللهُ بِقَوْمٍ سُوْءًا فَلاَ مُرَدَّالَهُ
Kita tidak patut dan tidak boleh meminta kepada Allah agar keburukan segera didatangkan sebelum kebaikan atau siksaan sebelum pahala, karena jika Allah telah menghendaki dan menimpakannya kepada mereka, maka tidak ada seorangpun yang dapat menolak takdir-Nya.
وَمَالَهُمْ مِنْ دُوْنِهِ مِنْ وَّلٍ
Tidak ada penolong bagi manusia seorangpun yang dapat mengendalikan urusan mereka, dan tidak ada seorangpun pula yang mampu mendatangkan kemanfataan atau menolak madharat selain Allah SWT. Sebagaimana dalam Firman-Nya Surat al-Hajj ayat 73:
يَاَيُّهَاالنَّاسُ ضُرِبَ مَثَلٌ فَاسْتَمِعُوْالَهُ اِنَّ الَّذِيْنَ تَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللهِ لَنْ يَخْلُقُوْا ذُبَابًا وَّلَوِاجْتَمَعُوْلَهُ وَاِنْ يَسْلُبْهُمُ الدُّبَابُ شَيْئًا لاَيَسْتَنْقِذُهُ مِنْهُ ضَعُفَ الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوْبُ
“Hai manusia, telah di buat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu, sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu, amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah pulalah yang disembah.”[4]
B. Surat al-Hujurat ayat 11-13
يَاَيُّهَاالَّذِيْنَ اَمَنُوْالاَيَسْخَرْقَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى اَنْ يَكُوْنُوْاخَيْرًامِنْهُمْ وَلاَنِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى اَنْ يَكُنَّ خَيْرًامِنْهُنَّ وَلاَتَلْمِزُوْااَنْفُسَكُمْ وَلاَتَنَابَزُوْا بِاْلاَلْقَابِ بِئْسَ الإِسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَاْلإِيْمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُوْنَ () يَاَيُّهَاالَّذِيْنَ اَمَنُوْااجْتَنِبُوْاكَثِيْرًامِنَ الظَّنِّ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَلاَتَجَسَّسُوْاوَلاَيَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَاءْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًافَكَرِهْتُمُوْهُ وَاتَّقُواللهَ اِنَّ اللهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ () يَاَيُّهَاالنَّاسُ اِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍوَاُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوْبًاوَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوْا اِنْ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَاللهِ اَتْقَاكُمْ اِنَّ اللهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ ()
(11). Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka yang yang diolok-olok lebih baik dari mereka yang mengolok-olok dan jangan pula wanita-wanita mengolok-olok wanita lain karena boleh jadi wanita-wanita yang diperolok-olok lebih baik dari wanita yang mengolok-olok dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk, seburuk-buruk panggilan yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim. (12). Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain, sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya, dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (13) Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seseorang laki-laki seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal, sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Dalam ayat ini Allah menjelaskan adab-adab (pekerti) yang harus berlaku diantara sesama mukmin, dan juga menjelaskan beberapa fakta yang menambah kukuhnya persatuan umat Islam, yaitu:
a. Menjauhkan diri dari berburuk sangka kepada yang lain.
b. Menahan diri dari memata-matai keaiban orang lain.
c. Menahan diri dari mencela dan menggunjing orang lain.
Dan dalam ayat ini juga, Allah menerangkan bahwa semua manusia dari satu keturunan, maka kita tidak selayaknya menghina saudaranya sendiri. Dan Allah juga menjelaskan bahwa dengan Allah menjadikan kita berbangsa-bangsa, bersuku-suku dan bergolong-golong tidak lain adalah agar kita saling kenal dan saling menolong sesamanya. Karena ketaqwaan, kesalehan dan kesempurnaan jiwa itulah bahan-bahan kelebihan seseorang atas yang lain.
يَاَيُّهَاالَّذِيْنَ اَمَنُوْالاَيَسْخَرْقَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ
Kita tidak boleh saling menghina diantara sesamanya. Ayat ini akan dijadikan oleh Allah sebagai peringatan dan nasehat agar kita bersopan santun dalam pergaulan hidup kaum yang beriman. Dengan hal ini berarti Allah melarang kita untuk mengolok-olok dan menghina orang lain, baik dengan cara membeberkan keaiban, dengan mengejek ataupun menghina dengan ucapan / isyarat, karena hal ini dapat menimbulkan kesalah-pahaman diantara kita.
عَسَى اَنْ يَكُوْنُوْاخَيْرًامِنْهُمْ
Allah melarang kita menghina sesamanya karena boleh jadi orang yang dihina itu lebih baik dan lebih mulia disisi Allah kedudukannya dari pada yang menghina.
وَلاَنِسَاءُ مِنْ نِسَاءِ عَسَى اَنْ يَكُنَّ خَيْرًامِنْهُنَّ
Orang yang kerjanya hanya mencari kesalahan dan kekhilafan orang lain, niscaya lupa akan kesalahan dan kekhilafan yang ada pada dirinya sendiri. Sebagaimana dalam sabda Nabi:
الكِبْرُ بَطْرُالْحَقِّ وَغَمْصُ النَاسِ
“Kesombongan itu ialah menolak kebenaran dan memandang rendah manusia”.
وَلاَتَلْمِزُوْااَنْفُسَكُمْ
Dalam penggalan ayat ini Allah melarang kita mencela orang lain karena mencela orang lain sama saja mencela diri sendiri, karena orang-orang mukmin itu bagaikan satu badan. firman Allah SWT yang menerangkan tentang balasan bagi orang yang suka mencela orang lain yaitu:
وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ
“Neraka wailun hanya buat orang yang suka mencedera orang dan mencela orang”. (al-Humazah: 1)
Adapun dari arti هُمَزَةٍ yaitu mencedera, yakni memukul dengan tangan, sedangkan لُمَزَةٍ yaitu mencela dengan mulut.[5]
وَلاَتَنَابَزُوْا بِاْلاَلْقَابِ
Allah melarang kita memanggil orang lain dengan gelaran-gelaran yang mengandung ejekan-ejekan, karena hal ini termasuk menjelekkan seseorang dengan sesuatu yang telah diperbuatnya. Sedangkan orang yang dihina itu telah bertaubat, tapi jika gelaran (panggilan) itu mengandung pujian dan tepat pemakaiannya, maka itu tidak di benci sebagaimana gelar yang diberikan kepada Umar, yaitu:Al-Faruq.
بِئْسَ الإِسْمُ الْفُسُوْقَ بَعْدَاْلإِيْمَانِ
Allah melarang kita memanggil orang dengan kata “fasik” setelah ia sebulan masuk Islam atau beriman.
Para ulama’ mengharamkan kita memanggil seseorang dengan sebutan yang tidak di sukai.
وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُوْنَ
Ayat ini di turunkan mengenai “Shafiyah binti Hisyam Ibn Akhtab”, Beliau datang mengadu kepada Rasul bahwa isteri Rasul yang lain mengatakan kepadanya. Hai orang Yahudi, hai anak dari orang Yahudi, mendengar itu, Rasul berkata: mengapa kamu tidak menjawab: ayahku Harun, pamanku Musa, sedangkan suamiku Muhammad. Dalam ayat ini diterangkan bahwa orang yang sudah mengolok-olok bahkan menghina orang lain tapi tidak bertaubat, maka mereka termasuk orang dholim.
يَاَيُّهَاالَّذِيْنَ اَمَنُوْااجْتَنِبُوْاكَثِيْرًامِنَ الظَّنِّ
Dalam ayat ini Allah melarang bahkan mengharamkan kita berprasangka buruk atau berfikiran negatif terhadap orang yang secara lahiriyah tampak baik dan memegang amanat, atau kita tidak boleh menfitnah seseorang, karena menfitnah itu bukan saja menyakiti seseorang dari lahirnya saja tapi juga menyakiti bathinnya.
اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمُ
Allah melarang kita berburuk sangka terhadap orang lain karena sebagian dari buruk sangka itu dosa.
Prasangka adalah dosa, karena prasangka adalah tuduhan yang tidak beralasan dan bisa memutuskan silaturahmi di antara dua orang yang baik.
Dalam hal ini prasangka yang di larang adalah prasangka buruk yang dapat menimbulkan tuduhan kepada orang lain, sedangkan prasangka tentang perkiraan itu tidak di larang.
Sebagaimana terdapat dalam suatu hadits :
ثَلاَثٌ لَأَزِمَّاتٌ ِلأُمَتِّى : الطِبْرَةُ وَالْحَسَدُ وَسُوْءُالظَّنِّ
“Tiga macam membawa krisis bagi umatku, yaitu memandang kesialan, dengki, dan buruk sangka”.[6]
وَلاَتَجَسَّسُوْ
Allah melarang kita mencari-cari keaiban dan menyelidiki rahasia seseorang, tapi jika kita memata-matai seseorang atau musuh agar tidak terjadi kejahatan, maka itu di perbolehkan.
وَلاَيُغَيِّبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا
Allah melarang mencela orang di belakangnya atau menggunjing tentang sesuatu yang tidak di sukainya.
Menurut para ulama’, mencela yang dibenarkan adalah jika bertujuan untuk :
a. Untuk mencari keadilan,
b. Untuk menghilangkan kemungkaran,
c. Untuk meminta fatwa atau mencari kebenaran,
d. Untuk mencegah manusia berbuat salah,
e. Untuk membeberkan orang yang tidak malu-malu melakukan kemaksiatan.
اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَاءْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًافَكَرِهْتُمُوْهُ
Allah melarang kita membicarakan keburukan seseorang, karena hal itu sama halnya dengan makan bangkai saudaranya yang busuk. Allah melarang hal ini karena perbuatan ini merupakan penghancuran pribadi terhadap saudara yang di cela itu.
وَاتَّقُواللهَ اِنَّ اللهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ
Dalam ayat ini Allah menyuruh kita bertaubat dari kesalahan yang telah kita perbuat dengan di sertai penyesalan dan bertaubat (taubat an-nasukha). Dalam ayat ini Allah juga memberitahukan bahwasanya Allah senantiasa membuka pintu kasih sayangnya, membuka pintu selebar-lebarnya dan menerima kedatangan para hambanya yang ingin bertaubat supaya menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.
يَاَيُّهَاالنَّاسُ اِنَّا خَلَقْنَكُمْ مِنْ ذَكَرٍوَاُنْثَى
Dalam ayat ini mengandung dua penafsiran, yaitu :
a. Seluruh manusia diciptakan pada mulanya dari seorang laki-laki, yaitu Adam dan dari seorang perempuan, yaitu Hawa.
b. Segala manusia sejak dulu sampai sekarang terjadi dari seorang laki-laki dan perempuan.
وَجَعَلْنَكُمْ شُعُوْبًاوَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوْا
Allah menjadikan manusia dari berbagai macam suku dan bangsa agar kita saling mengenal. Ayat ini merupakan dasar demokrasi yang benar di dalam Islam, dengan menghilangkan kasta dan perbedaan.
اِنْ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَاللهِ اَتْقَاكُمْ
Semua manusia di sisi Allah SWT itu sama, yang membedakan hanyalah ketaqwaannya.
Taqwa adalah suatu prinsip umum yang mencakup takut kepada Allah dan mengerjakan apa yang diridhoinya yang melengkapi kebaikan dunia dan akhirat. Kemuliaan hati yang di anggap bernilai adalah kemuliaan hati, budi, perangai, dan ketaatan pada Allah.
اِنَّ اللهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
Bahwasanya Allah Maha mengetahui segala sesuatu baik yang tampak ataupun tersembunyi. Dan bahwa Allah adalah sebaik-baiknya Sang Pencipta.
KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Setiap manusia itu di jaga oleh 4 malaikat hafadhah dan bahwasanya Allah adalah sebaik-baik penolong bagi kita.
2. Dalam hidup bermasyarakat tidak boleh saling membedakan karena semua sama, tak ada yang beda disisi Allah melainkan ketaqwaannya.
3. Setiap manusia itu pasti punya kesalahan dan Allah maha penerima taubat hambanya sebelum sakaratul maut.
4. Allah tidak akan merubah suatu kaum kecuali dia merubahnya dan Allah menyuruh kita untuk memberantas kedzaliman.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Mustofa al Maraghi, Terjemah Tafsir al-Maraghi, CV Toha Putra, Semarang, 1988.
H. Salim Bahreisy dan H. Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, PT Bina Ilmu, Surabaya, 1988.
H. Mukti Ali, Al-Qur’an dan Terjemahnya, PT Bumi Restu, Jakarta, 1974.
Prof. H. Abdul Malik Abdul Karim Amrullah (HAMKA), Tafsir al-Ashhar, Yayasan Nurul islam, Surabaya, 1982
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nur, PT Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2000.

________________________________________
[1] Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nur 5 (surat 42-114), PT Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2000, hlm 2074.
[2] H. Salim Bahreisy dan H. Said Bahreisy, terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, jilid IV, PT Bina Ilmu, Surabaya, 1988, hlm 431.
[3] Ahmad Mustofa al Maraghi, Terjemah tafsir al-Maraghi, juz XIII, CV Toha Putra, Semarang, 1988, hlm 135.
[4] Mukti Ali, Al-Qur’an dan Terjemahnya, PT Bumi Restu, Jakarta, 1974, hlm 470.
[5] Prof. H. Abdul Malik Abdul Karim Amrullah (HAMKA), Tafsir al-Ashhar, Yayasan Nurul Islam, Surabaya, 1982, hlm 236.
[6] Ibid, hlm 239.


ABSTRAK

Surat al-H{ujura>t ayat 6-13, pada penelitian ini setidak-tidaknya memberikan kontribusi betapa pentingnya pembangunan masyarakat yang bertolak pada ayat-ayat al-Qur'an. Dalam sebuah sistem bangunan kemasyarakatan (lebih-lebih bangunan masyarakat Islam), masyarakat bisa dikatakan ideal apabila di dalamnya terdapat bangunan jiwa persaudaraan, persamaan dan keadilan yang tercermin pada pribadi-pribadi manusia sebagai anggota masyarakat. Implikasi adanya jiwa tersebut tentunya telah terciptanya komunitas yang bersatu, bersaudara dan saling menghargai.

Dalam penelitian ini, penulis membatasi pembahasan dari dua sudut pandang kitab tafsir. Penulis mengkomparasikan antara tafsir al-Maragi karya al-Maragi (L. 8 Maret 1881M, W. 9 Juli 1952), dan tafsir al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an karya al-Tabataba'i (L. 1321 H/ 1892 M, W. 15 November 1981), kedua tokoh tersebut hidup dalam kurun waktu yang berdekatan dan berbeda dalam menafsirkan teks ayat-ayat al-Qur'an. Tafsir al-Maragi termasuk tafsir Modern dan menganut mazhab Sunni. Untuk metode, tafsir al-Maragi menggunakan metode bi al-Ma'sur tercampur dengan bi al-Ra'y dan corak yang digunakan adalah Adabi Ijtima'i (sosial kemasyarakatan). Sedang tafsir al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an menerapkan tafsir Tradisional dan juga Modern. Corak yang digunakan adalah tafsir al-Qur'an dengan Filsafat, Teosofi, Tasawwuf dan Adabi Ijtima'i. Dalam tafsir al-Maragi dan tafsir al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an Secara garis besar, memiliki kontribusi penetapan pokok-pokok perbuatan, pemikiran yang dibangun atas dasar kehidupan sosial manusia, sehingga menjadikan masyarakat yang hidup damai, rukun dan saling berdampingan. Adapun dilihat dari perbedaan, kedua tafsir tersebut dalam menafsirkan surat al-Hujurat ayat 6-13. dalam taffsir al-Maragi menafsirkan bahwa Rasulullah adalah orang yang patut untuk dipatuhi perintah-perintahnya, akan tetapi dalam tafsir al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an bukan hanya Rasulullah yang patut untuk dipatuhi perintahperintahnya akan tetapi juga para ulama', karena para ulama' sebagai penerus dari para Nabi. Menurut tafsir al-Maragi persaudaraan tidak hanya dalam satu nasab akan tetapi juga dalam agama, sedang dalam tafsir al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an memberi keterangan bahwa Ukhuwwah yang dimaksud adalah Ukhuwwah biologis yang tidak memiliki pengaruh dari Syari'at dan undang-undang, akan tetapi secara umum dan sosial. Kemudian dalam masalah mengolok-olok, menghina, prasangka gibah dan tajassus baik terang-terangan, dengan perkataan ataupun dengan perbuatan, dalam tafsir al-Maragi adalah dosa dan diharamkan walaupun untuk menutupi aib seseorang. Akan tetapi tafsir al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an menafsirkan bahwa prasangka disini adalah prasangka jelek, adapun prasangka yang baik justru disunnahkan karena sebagian dari parasangka adalah dosa dan memiliki dampak yang berimplikasi pada dosa.






VARIAS-VARIASI METODE BELAJAR AL QURAN : Menciptakan Pembelajaran Al Quran yang Memudahkan
Agustus 26, 2009 • 2 Komentar
Metode belajar Al Quran idealnya memiliki panduan tertentu dan dilaksanakan dengan konsisten. Konsistensi ini penting untuk membangun sistem metode yang kuat dengan prinsip memudahkan bagi murid. Namun pada kasus-kasus tertentu seorang guru Al Quran menghadapi kondisi yang khusus dan memerlukan penanganan berbeda. Kelompok belajar yang ditangani memiliki karakteristik yang beragam antar kelompok maupun secara internal kelompok belajar Al Quran sangat terbuka kemungkinan bersifat heterogen.
Guru Al Quran dalam menghadapi perbedaan karakter kelompok atau murid menghadapi tantangan untuk dapat menerapkan variasi-variasi metode belajar Al Quran. Variasi metode ini mengacu pada teori gaya belajar, yakni visual, auditori, dan kinestetik. Kabar baik bagi guru Al Quran bahwa metode belajar Al Quran pada dasarnya telah menerapkan tiga gaya belajar ini secara terpadu. Gaya belajar visual diterapkan pada saat murid memperhatikan tulisan pada alat peraga atau buku. Gaya belajar auditori diterapkan pada saat murid mendengarkan bacaan guru dengan Teknik 1 (guru membaca murid mendengar). Sedangkan gaya belajar kinestetik diterapkan pada saat murid menunjuk tulisan yang sedang dibaca pada buku.
Keunikan metode belajar Al Quran adalah murid diajak untuk mempraktikkan gaya belajar ini secara bersamaan. Terutama gaya belajar visual dan auditori. Hal ini karena metode belajar Al Quran bersifat praktis. Murid dapat mencapai kompetensi jika menerapkan gaya belajar melihat tulisan, mendengar bacaan, menunjuk, dan yang lebih penting dari tiga gaya belajar ini adalah gaya belajar dengan lisan atau verbal. Gaya belajar lisan adalah gaya belajar inti yang harus diterapkan dalam semua bagian dari proses belajar Al Quran sebagaimana yang diterapkan oleh Rosululloh dan para sahabat beliau.
Variasi-variasi metode yang dapat diterapkan dalam proses belajar Al Quran dirumuskan sebagai berikut :
1. Menggunakan buku pada saat klasikal peraga
Murid dengan gaya belajar visual membutuhkan visualisasi tulisan yang jelas dan terjangkau. Maka guru dapat memberikan toleransi bagi murid dengan gaya belajar visual untuk melihat tulisan di buku pada saat klasikal. Ini akan mempermudah murid untuk mengakses tulisan dengan baik, jika visualisasi pada alat peraga kurang memadai. Langkah ini juga bisa diterapkan untuk murid yang kesulitan membaca dengan alat peraga karena faktor tulisan kecil atau jauh.
2. Pengulangan
Murid dengan gaya belajar auditori membutuhkan suara bacaan yang jelas dan terjangkau. Maka guru dapat melakukan pengulangan-pengulangan pada Teknik 1 jika membaca kalimat-kalimat yang panjang dan kompleks, dengan catatan tetap memperhatikan manajemen waktu. Pengulangan dapat dilakukan oleh guru atau oleh murid yang menguasai bacaan dengan baik untuk memotivasi murid yang lain. Pengulangan juga berfungsi untuk membantu murid memahami konsep yang sedang dipelajari.
3. Pelibatan murid
Murid dengan gaya belajar kinestetik membutuhkan banyak gerak dalam belajar. Guru dapat mengatasinya dengan melibatkan murid dalam penggunaan alat peraga. Mintalah salah satu murid untuk maju ke depan dan menunjuk tulisan pada alat peraga pada saat klasikal dengan Teknik 1 dan 2. Pelibatan murid ini dapat dilakukan secara bergantian terutama pada murid yang cenderung moving atau banyak gerak. Cara ini juga dapat diterapkan untuk mengatasi anak yang mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian pada saat klasikal.
4. Penggabungan metode klasikal baca simak
Pada kondisi tertentu dimana murid menghadapi konsep bacaan yang sulit, kalimat yang kompleks dan panjang, murid mengalami kebosanan atau kelelahan sehingga hilang konsentrasi. Kondisi ini dapat diatasi dengan menggabungkan metode klasikal dan metode baca simak. Jika pada saat menerapkan metode baca simak dengan buku banyak murid yang mengalami kesulitan membaca, tersendat, dan hilang konsentrasi, maka guru segera mengambil langkah. Caranya dengan kembali memusatkan perhatian murid pada alat peraga. Tujuannya adalah untuk lebih memahamkan konsep, dan mengetahui dimana letak kesulitan yang dialami.
Penggabungan klasikal peraga dengan baca simak yaitu murid membaca kalimat, murid yang lain mendengarkan, kemudian jika ada kesalahan dikoreksi, lakukan pengulangan konsep secara singkat. Kemudian guru dan murid membaca bersama-sama kalimat tersebut. Murid kedua membaca kalimat berikutnya, murid yang lain mendengarkan, kemudian guru dan murid membaca bersama-sama kalimat tersebut, dan seterusnya sampai semua kalimat di halaman peraga terbaca.
5. Mengatasi murid yang memerlukan penanganan khusus
Beberapa murid mungkin memerlukan metode yang berbeda dengan murid yang lain. Jika metode dipraktikkan secara sama untuk semua murid, maka murid tersebut akan mengalami kesulitan. Kondisi ini dapat diinventarisir sebagai berikut :
a. Murid sulit konsentrasi atau memusatkan perhatian
Murid pasif pada saat klasikal peraga dan baca simak. Biasanya sibuk memegang kaus kaki, baju, perlengkapan, atau pandangan kabur dan tertuju ke sesuatu yang menarik perhatiannya selain alat peraga atau buku.
b. Murid sangat aktif secara verbal
Murid lebih suka bercakap-cakap dengan teman, jika ikut membaca dengan suara yang keras atau berteriak, murid ikut membaca pada saat Teknik 1.
c. Murid lambat belajar
Murid lambat untuk memahami konsep yang dipelajari pada halaman-halaman tertentu. Kesulitan ini akan bertumpuk jika membaca kalimat yang secara konseptual kompleks dan panjang.
d. Murid dengan suara pelan
Murid membaca dengan suara pelan, bahkan hanya bibirnya saja yang bergerak tanpa mengeluarkan suara. Kemungkinan murid kurang percaya diri, atau belum terlatih untuk menggunakan kemampuan verbalnya.
e. Murid aktif bergerak
Murid bergeser tempat duduk, meletakkan badannya ke badan teman, memainkan perlengkapan, bahkan mengunjungi kelompok lain.
f. Murid pasif
Melamun, pandangan kabur, lengah, berdiam diri, dan menunjukkan ketidaktertarikan.
Kondisi-kondisi di atas memerlukan penanganan yang timbul dari kreatifitas guru. Guru harus dapat menentukan solusi yang tepat agar anak terbantu dalam mengikuti pembelajaran dengan sukses. Imbasnya metode yang diterapkan mestinya tidak kaku dan bervariasi menyesuaikan kondisi murid atau kelompok.
Variasi metode dibangun dengan bekal kreasi dan keterampilan guru di antaranya :
• Kemampuan melakukan pre condition, memberikan apersepsi, memecah kebuntuan dan memusatkan perhatian murid
• Kemampuan menumbuhkan minat pada murid, memotivasi, memberikan semangat, dan membangun kepercayaan diri murid.
• Menciptakan suasana yang menyenangkan tetapi tetap tegas dan memudahkan siswa dalam belajar
• Memberikan contoh kepada murid bagaimana cara belajar visual, auditori, verbal dan kinestetik yang baik. Pada saat salah satu murid maju untuk menunjuk alat peraga, guru bergabung dengan murid dalam kelompok. Guru memberikan contoh bagaimana memusatkan perhatian ke tulisan pada alat peraga, bagaimana mendengarkan dengan konsentrasi, mengikuti membaca dengan suara jelas, dan membaca dengan benar dan kompak.
• Mendorong partisipasi murid dalam setiap proses pembelajaran, mulai dari memimpin doa, klasikal alat peraga, baca simak buku, muroja’ah dan hafalan. Murid diajak untuk aktif, berperan serta dan melatih kemampuan verbal murid.
Banyak langkah variaif yang dapat diterapkan oleh guru. Prinsipnya adalah guru wajib mengambil tindakan untuk membantu siswa mengatasi permasalahanya dan memberikan cara-cara yang memudahkan siswa dalam belajar. Namun improvisasi apapun yang dilakukan guru tetap mengacu pada panduan metode yang ada dan tidak keluar dari frame sistem metodologi yang sedang dibangun.



Memperbincangkan pendidikan dewasa ini, seperti menelisik setiap sendi kehidupan manusia. Peranan dunia pendidikan tidak hanya sekadar mengemban amanat mencerdaskan kehidupan bangsa.
Lebih dari itu, dunia pendidikan memiliki tanggung jawab moral membentuk manusia seutuhnya. Yaitu manusia yang mampu memahami dirinya sendiri.
Terlepas dari peran-fungsinya bagi setiap manusia, dunia pendidikan juga menjadi cerminan bagi survivenya suatu Negara-bangsa di tengah kancah pertarungan globalisasi. Maupun sebaliknya, kemajuan suatu Negara-bangsa juga dapat diukur sejauh mana dunia pendidikan yang dibangun di dalamnya. Dengan kata lain, dunia pendidikan menjadi barometer suatu Negara-bangsa dalam membaca dan melihat posisinya.
Maka tidak heranlah, sepanjang sejarah Negara-bangsa Indonesia, persoalan menemukan konsep dunia pendidikan yang ideal tak pernah usai. Hal ini berbanding lurus dengan gerak laju zaman yang selalu ditentukan dari riuh redam ruang kelas ataupun ruang kuliah para cendekia.
Lebih jauh, mencuat gonjang-ganjing Ujian Nasional (Unas) yang meresahkan berbagai elemen peserta didik, merupakan bukti paling mutakhir, bahwa dunia pendidikan selalu menuntut pada setiap peserta didik untuk selalu memikirkan, merumuskan dan menemukan konsep pendidikan yang ideal.
Selain persoalan konsep yang ideal dalam membentuk manusia yang seutuhnya, yang perlu diperhatikan adalah substansi dan esensi pendidikan itu sendiri. Seperti disinyalir dalam beberapa dekade terakhir ini, bahwa dunia pendidikan telah banyak mengalami berbagai kegagalan dalam membentuk karakter manusia seutuhnya. Dengan kata lain, tugas pendidikan banyak terabaikan. Terutama memanusiakan manusia. Artinya, dunia pendidikan selama ini tak ubahnya penjara bagi anak didik.
Di sinilah, kehadiran paradigma dunia pendidikan kritis yang diusung Paulo Freire (1986) menemukan ruang kontemplasinya. Lewat keyakinan akan pentingnya landasan pendidikan sebagai sebuah proses memanusiawikan manusia kembali, Freire coba memberikan jalan alternatif untuk memberontak pada tradisi dehumanisasi yang menyelimuti dinding ruang sekolah.
Untuk lebih memahami konsep pendidikannya, Freire menjabarkan kesadaran manusia menjadi tiga macam. Pertama, kesadaran magis, yakni kesadaran yang tidak mampu mengetahui antara faktor satu dengan faktor lainnya. Kedua, kesadaran naïf, yakni kesadaran yang melihat aspek manusia menjeadi penyebab masalah yang berkembang di masyarakat. Ketiga, kesadaran kritis, yakni kesadaran yang melihat sistem dan struktur sebagai sumber masalah.
Dengan mengacu pada kesadaran yang terakhir ini, dunia pendidikan selalu mendapatkan pertanyaan dari setiap peserta didiknya. Pertanyaan yang selalu merongrong kemandekan dan kejumudan lingkungan tumbuh kembangnya dunia pendidikan. Dengan kata lain, kesadaran kritis ini menuntut pada setiap peserta didik untuk terus menerus mempertanyakan, merombak, mencari dan merumuskan kembali setiap konsep pendidikan sesuai ruang waktu ke-disini-an dan ke-kini-an.
Di tengah tuntutan, tantangan serta berbagai persoalan kegagagalan dunia pendidikan, sosok guru merupakan pihak yang paling tertuduh. Sosok guru merupakan orang paling dimintai pertanggung jawabannya. Bahkan tidak ada alasan apa pun, yang dapat diberikan oleh seorang guru untuk membela dirinya.
Maka, ketika ujian nasional digulirkan dengan standar kelulusan yang cukup fantastis, sosok guru pulalah, yang mula-mula merasa ketar-ketir. Ia mesti bertanggung jawab atas segala apa yang akan terjadi pada peserta didik: frustasi, stress, depresi dan segala keputuasaan mental generasi bangsa ini.
Maka perbaikan dan evaluasi pada kemampuan seorang guru, seolah menjadi hal yang logis untuk dilakukan pertama kali dalam memecahkan persoalan dunai pendidikan. Maka, kehadiran buku “Menjelajah Pembelajaran Inovatif” karya Dr. Suyatno, M. Pd. merupakan menu mujarab setiap guru dalam mempersiapkan dirinya sebagai peserta didik yang paling dituntut.
Dalam buku ini, sosok guru diajak untuk berkenalan dengan paradigma baru pendidikan, yang menekankan hadirnya prinsip pembelajaran yang inovetif dan keberanian seorang guru untuk melakukan inovasi. Dengan prinsip pembelajaran inovatif, seorang guru akan mampu memfasilitasi siswanya untuk mengembangkan diri dan terjun di tengah masyarakatnya.
Hal ini dapat dipahami dengan memerhatikan beberapa prinsip pembelajaran inovatif, yaitu: (a) pembelajaran, bukan pengajaran; (b) guru sebagai fasilitator, bukan instruktur; (c) siswa sebagai subjek, bukan objek; (d) multimedia, bukan monomedia; (e) sentuhan manusiawi, bukan hewani; (f) pembelajaran induktif, bukan deduktif; (g) materi bermakna bagi siswa, bukan sekadar dihafal; (h) keterlibatan siswa partisipasif, bukan pasif.
Selain memberikan beberapa prinsip dasar, pembelajaran inovatif juga menekankan adanya pola dan strategi pendidikan yang utuh. Pola dan strategi pendidikan yang menitik bertakan pada tercipanya kesadaran peserta didik pada dirinya sendiri dan lingkungannya.
Selanjutnya, ketakutan dan keminderan seorang guru dalam melakukan ekpresi merupakan salah satu tumor pendidikan yang urgen untuk disembuhkan. Inilah salah satu hal yang esensial yang dibawa buku ini. Seorang guru sudah seyogyanya untuk yakin bahwa setiap guru tanpa terkecuali dapat berinovasi dalam pembelajarannya; seorang seyogyanya untuk yakin bahwa perbuatan-perbuatan kecilnya yang teliti, semisal mencatat perubahan tentang cara dan gaya mengajar setiap hari akan melahirkan hasil yang besar; serta seorang guru seyogyanya untuk terbuka menerima saran dan kritik dari guru lain, bila pola pembelajaran yang disampaikannya sama seperti yang kemarin (halaman 17)
Lebih jauh, keberanian seorang guru dalam berinovasi, serta merta akan membentuk karakternya menjadi kreatif. Kemampuan dan kapasitasnya, baik hard skill maupun soft skill, akan terasah dengan sendirinya. Kekreatifan seorang guru, akan berdampak tidak hanya pada pola komunikasi pembelajaran, tetapi juga akan membentuk suasana serta atmosfir pembelajaran yang menyenangkan (enjoy learning). Pembelajaran yang mampu mentransformasikan ilmu sekaligus mampu membetuk karaketr siswa yang manusiawi.
Di bagian akhir buku, juga diuraikan beberapa metode yang dapat digunakan oleh seorang kreatif dalam membangun suasana kelas yang familiar dan manusiawi. Suasana kelas yang tak lagi hadir sebagai ruang penjara yang dijejali teori, konsep dan tugas dari guru. Tetapi raung kelas yang mampu menggali potensi siswa dan menjernihkan nalar pikir anak didik dalam memahami dan mengaplikasikan kemampuannya untuk dirinya sendiri dan lingkungannya.
Di tengah berbagai tuntutan dan gonjang-ganjing dunia pendidikan, serta terealisasinya anggaran dua puluh persen APBN untuk pendidikan, kehadiran buku “Menjelajah Pembelajaran Inovatif’” memiliki arti dan peranan yang cukup penting. Pertama, buku ini dapat dijadikan referensi bagi setiap peserta didik untuk melihat paradigma baru dunia pendidikan masa kini. Kedua, buku ini dapat menjadi media motivasi bagi setiap guru untuk lebih berani dalam melakukan pola dan strategi pembelajaran yang inovatif; pembelajaran yang mampu menciptakan ruang dan suasana kelas yang familiar dan harmonis, serta dinamis bagi anak didik. Ketiga, buku ini dapat mendorong guru untuk lebih kreatif dalam melakukan transformasi keilmuan. Kreatifitas guru tentunya terletak pada kekayaannya memiliki metode dan aneka model pembelajaran, serta kecermatannya untuk memilih dan memilah metode dan aneka pembelajaran yang akan digunakan di setiap waktu yang berbeda.
Terlepas dari arti dan peran-fungsinya bagi peserat didik, terutama guru, buku “Menjelajah Pembelajaran Inovatif” memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi dunia pendidikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar